Pemimpin dan Demokrasi di ILUNI UI: Membangun Tradisi Kekeluargaan, Pengabdian, dan Kebersamaan

Dalam dekade terakhir, kepemimpinan di berbagai sektor mengalami perubahan besar. Model kepemimpinan tradisional yang bersifat sentralistik dan hirarkis kini tergeser oleh kepemimpinan yang lebih inklusif, kolaboratif, dan berbasis dampak nyata.

1. Kepemimpinan di Sektor Publik.

Pemimpin di sektor publik kini tidak hanya dituntut untuk menjadi administrator yang baik, tetapi juga visioner yang adaptif. Kepemimpinan yang sukses di sektor ini ditandai dengan transparansi, partisipasi publik, dan inovasi kebijakan. 

Dalam buku Leadership in Public Organizations (Van Wart, 2013), disebutkan bahwa kepemimpinan sektor publik kini berorientasi pada transparansi, partisipasi publik, dan inovasi kebijakan. Pemimpin yang sukses di sektor ini adalah mereka yang mampu mengelola birokrasi secara efektif tanpa kehilangan nilai demokrasi dan keterbukaan.

Di Indonesia, kita melihat bagaimana model kepemimpinan di berbagai level pemerintahan mulai beradaptasi dengan e-governance, open data, dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Muncul tren kepemimpinan berbasis data dan teknologi, di mana pengambilan keputusan didasarkan pada analisis yang mendalam, bukan sekadar intuisi politik.

2. Kepemimpinan di Sektor Privat.

Dunia bisnis mengalami disrupsi besar, memunculkan model kepemimpinan yang agile (cepat dan tepat), customer-centric (berorientasi pada pelanggan), dan sustainability driven (berbasis keberlanjutan). 

Dalam The Infinite Game (Sinek, 2019), Simon Sinek menekankan bahwa pemimpin di sektor bisnis harus berpikir jangka panjang dan berorientasi pada keberlanjutan, bukan sekadar keuntungan jangka pendek. 

Pemimpin yang sukses di sektor ini adalah mereka yang mampu mengelola perubahan, memahami kultur organisasi yang sehat, serta mendorong inovasi dan kolaborasi lintas industri. Banyak perusahaan global kini dipimpin oleh millennial dan zilennial yang menekankan nilai keberagaman, inklusivitas, dan keseimbangan antara profit serta dampak sosial.

3. Kepemimpinan di Sektor Ketiga (Gerakan Sosial dan Komunitas).

Muncul gelombang kepemimpinan berbasis komunitas, di mana individu dan kelompok kecil bisa memimpin perubahan besar dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial. Kepemimpinan di sektor ini lebih horizontal, menekankan partisipasi kolektif, empati sosial, dan pendekatan kolaboratif untuk menyelesaikan berbagai masalah di masyarakat. 

Menurut Castells dalam Networks of Outrage and Hope (2012), kepemimpinan dalam gerakan sosial kini berbasis jaringan, tidak bergantung pada satu tokoh, tetapi bertumpu pada kolektif yang kuat. Di Indonesia, gerakan seperti KawalPemilu dan KitaBisa menunjukkan bagaimana kepemimpinan bisa muncul secara organik dari komunitas yang peduli terhadap isu sosial.

Ada beberapa tren kepemimpinan di Indonesia dalam 10 tahun terakhir, yang relevan dengan kekinian dan kedisinian kita yaitu:

1. Dari Otoritatif ke Partisipatif.

Pola kepemimpinan otoritatif dan birokratis mulai bergeser menuju model yang lebih partisipatif dan demokratis. Pemerintahan pusat maupun daerah mulai lebih terbuka terhadap keterlibatan masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta dalam proses pengambilan kebijakan. 

Dalam Governing for the Future (Eggers & O'Leary, 2013), dijelaskan bahwa tren kepemimpinan saat ini bergeser dari top-down ke participatory leadership. Mereka mengadopsi kepemimpinan yang lebih dekat dengan rakyat, memanfaatkan media sosial sebagai alat komunikasi langsung.

2. Kepemimpinan Muda dan Tantangannya.

Banyak pemimpin muda mulai masuk ke arena politik, bisnis, dan sosial. Mereka membawa perspektif segar, digital savvy, dan lebih transparan dalam tata kelola organisasi. Namun, tantangan terbesar masih ada: bagaimana memastikan kepemimpinan muda ini tidak hanya sekadar simbolis, tetapi benar-benar membawa perubahan nyata bagi masyarakat?

Data dari World Economic Forum (2023) menunjukkan bahwa kepemimpinan muda memiliki tantangan besar dalam menavigasi kompleksitas politik dan ekonomi. Meskipun banyak pemimpin muda muncul di berbagai sektor, masih ada tantangan besar seperti minimnya pengalaman dan tekanan dari elite lama yang membuat mereka sulit bertahan.

3. Tantangan Feodalisme dan Politik Transaksional.

Meskipun ada perkembangan positif, kita masih menghadapi tantangan besar dalam bentuk politik transaksional, feodalisme elite, dan eksklusivitas kepemimpinan di berbagai sektor. 

Banyak pemimpin yang masih terjebak dalam kepentingan kelompok atau individu, sehingga menghambat inovasi dan perubahan yang lebih inklusif.

Sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) berperan dalam mencetak pemimpin di berbagai sektor. Dalam The Role of Universities in Leadership Development (Bolden et al., 2009), dijelaskan bahwa universitas memiliki tiga peran utama dalam membentuk pemimpin: membangun kapasitas intelektual dan kritis mahasiswa; menciptakan lingkungan yang mendorong kepemimpinan berbasis kolaborasi; dan menjadi wadah bagi eksperimen kepemimpinan dalam organisasi mahasiswa dan alumni. Sejak dulu, UI telah melahirkan banyak tokoh besar Indonesia di berbagai sektor yang membuktikan bahwa kampus ini menjadi inkubator kepemimpinan yang strategis.

Dengan semakin meningkatnya keterlibatan generasi millennial dan zilennial, konsep kepemimpinan kini semakin menekankan kolaborasi, keterbukaan, dan kebermanfaatan nyata bagi masyarakat serta almamater. Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) sebagai organisasi yang menaungi ratusan ribu alumni UI tidak bisa lepas dari arus perubahan ini.

Kita harus melanjutkan tradisi baik, kontribusi, dan karya besar yang telah dilahirkan para Ketua Umum ILUNI UI dkk sejak didirikan tanggal 2 Februari 1958 (sekarang 66 tahun ILUNI UI) bertepatan dengan Dies Natalis UI tanggal 2 Februari 1950, (sekarang Dies Natalis ke-74 UI), sampai era Pemilihan Langsung Ketua Umum ILUNI UI yaitu Bang Arief Budi H periode 2016 - 2019, Bang Andre Rahadian periode 2019 - 2022 dan Ketua Umum ILUNI UI saat ini Bang Didit Ratam periode 2022 - 2025.

Sebentar lagi, ILUNI UI akan menggelar pemilihan Ketua Umum untuk periode 2025–2028. Ini bukan sekadar ajang politik internal alumni, melainkan momentum untuk menegaskan kembali nilai-nilai dasar ILUNI UI: kekeluargaan, pengabdian kepada masyarakat dan almamater, serta kolaborasi lintas fakultas dan generasi. Namun, di tengah euforia demokrasi ini, kita harus waspada terhadap tantangan yang mengancam esensi kepemimpinan sejati. 

Sebagai organisasi alumni, ILUNI UI harus menjunjung nilai demokrasi dan kebersamaan dalam kepemimpinannya. Kita harus mewaspadai empat feodalisme yang berpotensi merusak demokrasi yang selama ini kerap muncul dalam berbagai organisasi alumni:

1. Feodalisme Tokoh Elite.

Fenomena ini terjadi ketika tokoh-tokoh yang memiliki jabatan publik tiba-tiba muncul mencalonkan diri sebagai Ketua Umum ILUNI UI, tanpa rekam jejak pengabdian di dalam organisasi dan tanpa melibatkan alumni dari berbagai latar belakang.

John Maxwell dalam The 5 Levels of Leadership (2011) menegaskan bahwa kepemimpinan tidak boleh hanya berbasis posisi, tetapi harus didasarkan pada pengaruh dan kontribusi nyata. 

Pemimpin ILUNI UI bukan sekadar figur populer di ruang publik, tetapi harus mereka yang telah bekerja membangun ILUNI UI dari dalam, memahami tantangan serta kebutuhan alumni, dan memiliki visi nyata untuk kemajuan organisasi. 

Dalam konteks ILUNI UI, pemimpin harus memiliki rekam jejak kontribusi yang jelas, bukan hanya mendadak muncul karena jabatan yang sedang diemban.

2. Feodalisme Fakultas.

UI adalah rumah bagi berbagai fakultas dengan jumlah alumni yang beragam. Beberapa fakultas memang memiliki alumni dalam jumlah besar, tetapi pemilihan Ketua Umum ILUNI UI tidak boleh menjadi dominasi satu fakultas semata.

Dalam Diversity and Leadership (Chin, 2013), dijelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang inklusif dan merangkul keberagaman. ILUNI UI harus menjadi rumah bagi semua alumni dari berbagai fakultas tanpa kecuali. Setiap alumni UI berhak berkontribusi dan harus dirangkul dalam kepengurusan. Kepemimpinan yang inklusif berarti tidak hanya berorientasi pada satu atau dua fakultas, tetapi juga membangun kolaborasi lintas fakultas demi kepentingan almamater dan bangsa.

3. Feodalisme Golongan

ILUNI UI adalah organisasi inklusif, mewadahi berbagai golongan alumni dari latar belakang akademik, profesi, maupun ideologi. Ketua Umum ILUNI UI harus menjadi pemimpin bagi semua alumni, bukan hanya bagi segelintir orang dengan kepentingan tertentu. Tidak boleh ada dominasi satu kelompok tertentu yang memonopoli arah kepengurusan.

Menurut James Kouzes dan Barry Posner dalam The Leadership Challenge (2017), kepemimpinan harus bersifat inklusif dan melibatkan berbagai pihak, bukan hanya satu kelompok tertentu. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang menghargai keberagaman dan memastikan bahwa ILUNI UI melibatkan berbagai generasi, berbagai latar belakang, berbagai kepentingan alumni, dan tetap menjadi wadah persatuan seluruh alumni UI. 

4. Feodalisme Individu

Yang tak kalah berbahaya adalah feodalisme individu, di mana seseorang maju mencalonkan diri hanya untuk kepentingan pribadi. Polanya mudah dikenali: pendekatan transaksional dan pragmatisme, di mana organisasi hanya dijadikan alat untuk keuntungan pribadi, bukan sebagai sarana untuk mengabdi dan memperluas kontribusi bagi almamater serta bangsa.

Max Weber dalam teorinya tentang birokrasi dan kepemimpinan karismatik menekankan bahwa organisasi yang sehat harus bebas dari dominasi individu yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya. 

Seorang pemimpin sejati bukanlah mereka yang hanya mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, tetapi mereka yang: membesarkan organisasi, berbagi ruang dan peluang dengan alumni lain, dan memperluas dampak dan kontribusi ILUNI UI bagi UI dan Indonesia. Ketua Umum ILUNI UI bukan posisi yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, melainkan amanah untuk memperjuangkan kepentingan kolektif alumni dan almamater.

Sejak didirikan, ILUNI UI memiliki tujuan yang jelas (pasal 9 Anggaran Dasar ILUNI UI) sebagai Kompas dan arah perjuangan kita, yaitu untuk:

1. Membina dan mengembangkan semangat kekeluargaan dan keilmuan antar alumni serta sivitas akademika. ILUNI UI bukan sekadar organisasi, tetapi juga keluarga besar yang saling mendukung. Ketua Umum yang terpilih harus memperkuat rasa kebersamaan ini dengan program-program yang nyata, bukan hanya seremoni dan pencitraan.

2. Membantu almamater dalam melaksanakan misi Universitas Indonesia. UI bukan hanya institusi pendidikan, tetapi juga pusat intelektual yang berkontribusi bagi masyarakat. ILUNI UI harus menjadi mitra strategis UI dalam menjalankan misi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

3. Memelihara dan menjunjung tinggi nama Universitas Indonesia. Reputasi UI di tingkat nasional dan internasional juga bergantung pada kiprah alumninya. ILUNI UI harus menjadi motor penggerak bagi alumni untuk terus berkarya dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

4. Mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kemajuan bangsa. Di era digital dan disrupsi teknologi, peran alumni UI sangat strategis dalam menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketua Umum ILUNI UI harus memiliki visi untuk memperkuat ekosistem inovasi dan pengembangan keilmuan di kalangan alumni.

5. Memberi kontribusi untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Alumni UI memiliki tanggung jawab moral untuk berkontribusi dalam membangun Indonesia yang lebih baik. ILUNI UI harus menjadi platform yang menghubungkan alumni dengan berbagai sektor, baik pemerintahan, bisnis, maupun sosial, agar dampak yang diberikan semakin luas.

6. Menjadi wadah bagi kerja sama yang sehat antar alumni. Kesehatan organisasi ditentukan oleh bagaimana anggotanya bekerja sama. ILUNI UI harus menjadi ruang yang aman bagi semua alumni untuk berkontribusi tanpa terbebani oleh kepentingan politik tertentu.

Pemilihan Ketua Umum ILUNI UI periode 2025-2028 adalah momentum untuk memperkuat tradisi demokrasi yang sehat, inklusif, dan berorientasi pada pengabdian. Generasi millennial dan zilennial harus memastikan bahwa proses demokrasi ini terbebas dari feodalisme dan berbasis kepemimpinan yang autentik, inklusif, dan berorientasi pada manfaat bagi almamater serta masyarakat.

Langkah konkret yang perlu dilakukan dalam menyongsong pemilihan Ketua Umum ILUNI UI 2025-2028: transparansi dalam proses pencalonan, setiap calon harus memiliki rekam jejak yang jelas dalam kepengurusan ILUNI UI; debat dan dialog antar calon, pemilihan harus menjadi ajang adu gagasan dan visi, bukan sekadar lobi-lobi politik; Keterlibatan alumni dari semua fakultas dan angkatan, suara semua alumni harus dihargai, bukan hanya kelompok tertentu; serta menjaga independensi ILUNI UI dari politik praktis, ILUNI UI harus tetap fokus pada misi pengabdian, kekeluargaan dan kebermanfaatan.

Momentum pemilihan Ketua Umum ILUNI UI bukan hanya tentang siapa yang akan memimpin, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai alumni UI dapat bersatu dalam membangun ILUNI UI yang lebih baik dan bermartabat. 

Kini saatnya kita mengambil peran dan kontribusi aktif dengan:

📖 Berbagi tulisan dan wacana mengenai kepemimpinan dan masa depan ILUNI UI.

☕ Ngopi dan diskusi strategis nan santai tentang peran ILUNI UI untuk UI dan Indonesia.

🎤 Menyelenggarakan seminar dan webinar untuk mengevaluasi dan merancang strategi besar ILUNI UI ke depan.

Setiap alumni, dari fakultas dan angkatan mana pun, memiliki peran dan hak yang sama untuk menentukan arah ILUNI UI. Pemilihan Ketua Umum ILUNI UI bukan tentang siapa yang paling kuat, paling populer, atau paling punya akses, tetapi tentang siapa yang benar-benar memiliki visi, integritas, dan komitmen untuk membawa ILUNI UI ke arah yang lebih baik.

Mari kita pastikan ILUNI UI bebas dari feodalisme, memperjuangkan kepemimpinan inklusif dan kolaboratif, serta memilih pemimpin yang berorientasi pada pengabdian, bukan kepentingan pribadi. 

Saatnya kita, alumni UI dari berbagai fakultas, lintas angkatan dan lintas generasi, bersatu membangun ILUNI UI yang lebih kuat, lebih demokratis, dan lebih berdampak bagi Indonesia. Karena pada akhirnya, kepemimpinan sejati adalah tentang memberi, bukan mengambil.

Bagikan

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Pilihan

Pohon Kehidupan Rumah Kepemimpinan Menumbuhkan Pemimpin Indonesia, Meretas Batas Dunia
By Pr0f3t1k | |
Pemimpin adalah Pemimpi, setiap pemimpin besar lahir dari sebuah mimpi
Pemimpin dan Demokrasi di ILUNI UI: Membangun Tradisi Kekeluargaan, Pengabdian, dan Kebersamaan
By Pr0f3t1k | |
Dalam dekade terakhir, kepemimpinan di berbagai sektor mengalami perubahan besar.
Tiga Kunci untuk Transformasi Indonesia 2045
By Pr0f3t1k | |
Pendahuluan Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia,
Scroll to Top